Pengertian syarat dan pembagian syarat dalam ushul fiqih

Pengertian Syarat

Syarat yaitu sesuatu keadaan yang karenanya baru ada hukum dan dengan ketiadaannya maka tidak akan ada hukum. Menurut Imam As-Saukany dalam kitabnya Irsadul fuhul yang dikutip oleh Ja’far Amir sebagai berikut:

“Syarat ialah sesuatu sifat yang apabila sesuatu ini tidak ada mengakibatkan tidak adanya hukum”. Contoh:

  1.  “Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kamu apabila berhadat hingga ia berwudhu”. (HR. Bukhary).
  2. Haul (genap satu tahun) adalah syarat wajibnya zakat harta perniagaan, dan jika tidak ada haul maka tidak ada kewajiban zakat.
  3. Jika sudah kawin lalu salah seorang diantara keduanya ada yang zina maka datanglah hukum rajam. Jadi zina ini adalah syarat adanya hokum rajam.

Syarat itu pada garis besar dibagi kepada dua bagian yaitu:

  1. Syarat hakiky (Syar’i) yaitu sesuatu pekerjaan yang diperintahkan sebelum mengerjakan yang lain ini tidak diterima sebelum mengerjakan yang pertama. Seperti kawin. Sebelum melaksanakan kawin syaratnya harus ada saksi dan wali dulu.Syarat ini ada yang termasuk ke dalam hukum taklify seperti menutup aurat jika hendak shalat. Untuk menutup aurat ini adalah diperintahkan syara’ untuk menghasilkannya. Ada pula yang termasuk ke dalam hukum Wadh’i, seperti wajibnya zakat karena adanya genap satu tahun. Di sini tidak dilarang atau disuruh untuk menghasilkan harta tersebut
  2. Syarat Jally, yaitu perbuatan yang dijadikan syarat untuk mewujudkan perbuatan yang lainnya.

    Yang termasuk ke dalam syarat ini ada empat macam, yaitu:

    1. Syarat untuk menyempurnakan masyrut, seperti dalam jual beli boleh diadakan dengan kontan atau dengan berangsur sebab perbuatan itu hanya untuk menyempurnakan itu terhadap yang dikenal syarat (masyrut), yaitu jual beli, sedangkan  syarat jual beli yaitu kontan atau berangsur.
    2. Syarat yang tidak boleh diadakan, seperti kewajiban tidak memberi nafkah kepada calon istri sebab member nafkah kepada istrinya syaratnya harus kawin dulu.
    3. Syarat yang tidak nyata berlawanan dengan masyrut seperti dalam ibadah tidak boleh mengadakan syarat sendiri yang memang tidak diperintah oleh syara untuk mengadakannya. Adapun dalam muamalah dibolehkan untuk mengerjakannya kecuali jika dilarang.
    4. Berkumpulnya sebab dan syarat tidak berarti bolehnya mengerjakan sesuatu perintah, seperti sebabnya tergelincir matahari menyebabkan wajibnya shalat, untuk mengerjakna shalat harus dilaksanakan dulu syarat, yaitu wudhu tetapi walau sudah mengerjakan wudhu jika belum tergelincir matahari maka belum wajib shalat.

Tinggalkan komentar

You cannot copy content of this page